Karya ke empat menceritakan ketika Puteri
Citraresmi dibawa di atas tandu oleh para prajurit pasukan Bela mati. Ia telah
sampai di wilayah negeri Wilwatikta “Majapahit” bersama ayahanda, ibunda, dan
para dayang-dayangnya untuk mempersiapkan acara pernikahannya Sang Puteri
dengan Prabu Hayam Wuruk di kedaton Majapahit. Kedatangannya hanya sebagai
acara pernikahan, sehingga tidak terlalu membawa banyak pasukan, namun pasukan
yang dibawa adalah pasukan Bela mati yang dipimpin oleh Patih Anepaken, untuk
menjaga dan mensiasati bila terjadi sesuatu di luar perkiraan.
Keberangkatannya menuju Majapahit, Maharaja
Prabu Linggabuana beserta Sang Puteri dan pengiringnya, semua mengenakan
pakaian serba putih, sebagai tujuan untuk melaksanakan acara adat pernikahan. Sesampainya
di wilayah Majapahit, tepatnya di daerah Bubat, terlihat gapura batu bata merah
yang ada pada setiap perbatasan, sebagai ciri gapura Majapahit. Hutan di sekelilingnya
masih begitu alami, dengan aliran sungai yang mengalir menuju lautan pesisir
utara. Nampaknya langit sudah mau menjelang sore untuk berganti malam, sehingga
perjalanan pun harus diistirahatkan, untuk menyiapkan tenda, karena akan
bermalam di daerah Bubat, sambil menunggu kabar dari pihak Majapahit.
Maharaja Prabu Linggabuana justru merasa heran,
sesampainya rombongan mempelai wanita sudah tiba di Bubat, Majapahit, namun tak
ada sambutan satupun dari pihak Prabu Hayam Wuruk. Akhirnya diutuslah Patih
Anepaken untuk datang ke kedaton Majapahit, untuk menyampaikan kabar bahwa Sang
Puteri telah tiba di Bubat, Majapahit. Karya ke empat ini hanya bercerita ketika
Sang Puteri dengan pasukan Bela mati, beserta rombongan Maharaja Prabu telah
sampai di Majapahit, negeri Wilwatikta, tepatnya di daerah Bubat.
Penulis : Endang Adi Sutomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar